Pertimbangan Agama dan Kasta
BALI ADNJANA, SENIN PON 20 JULI 1925, NO. 21 Th. II
STUDI ILMU SOSIAL: Cara Belajar Ilmu Sosial Zaman Now
Memperhatikan zaman merupakan sebuah tulisan yang didalamnya membicarakan tentang Klassenstrijd (tingkat-tingkatan/kasta). Penulisnya adalah Widjasapoetra seorang putra Bali yang berasal dari sebuah perkumpulan “Bintang Timur”. Widjasapoetra sangat diharapkan mampu memimpin masyarakat menuju kemajuan. Dalam tulisan ini sangat diharapkan kaum berkasta supaya bisa bekerjasama dengan kaum sudra dengan cara memberikan nasehat kepada kedua belah pihak tersebut yang memang berjalan melakukan dharma-nya masing-masing, sebab hingga hari ini keberadaan kasta itu sangat teguh keberadaannya di Bali.
Widjasapoetra mengatakan bahwa Klassenstrijd (tingkatan) pada orang di luar Bali pada saat ini sudah tidak terpakai lagi sebab mereka memajukan diri. Memang apabila kita ingin memajukan diri kita harusnya menghilangkan kasta itu, membangunkan Heersch en Heer. Apabila kita membesar-besarkan tentang kasta kita, tentu kita akan malu mengerjakan pekerjaan yang kasar, walaupun pekerjaan itu berguna untuk keperluan hidup. Misalnya masuk pada technische school kurang senang, sebab disitu kita dididik bekerja kasar. Adapun yang digemari yaitu Bestuurschool, sebab dikemudian hari ia bisa menjadi kaum Bestuur (memerintah).
Di Bali memang sangat sulit sekali untuk melenyapkan kasta itu, sebab sebagian ada yang mencampuri urusan agama. Misalnya, selain kasta brahmana, tidaklah dibolehkan menjadi Pedanda dan Ngentas-entas. Juga apabila ada orang sudra berbicara kasar pada kaum berkasta, tentulah akan mendapatkan hukuman oleh Raad Kerta sebab kita orang Bali Hindu harus takluk pada hukum Raad Kerta yaitu hukum yang berdasarkan Kerta Bali dan beralasan adat dan agama serta Purwa Dresta. Oleh sebab itulah kasta merajalela. Meskipun raja sudah membuat Wet yang sangat adil, barangsiapa berbuat sewenang-wenang tentu akan mendapat hukumannya. Namun banyak sekali kejadian perbuatan yang sewenang-wenang, tetapi tidak bisa terhukum atau terurus. Kebanyakan kaum ratu yang seharusnya melakukan Wet justru berbuat sewenang-wenang. Wet tentu tidak bisa menghukum kalau tidak dilakukan oleh ratu; ratu akan menghukum ratu, barangkali berat sekali, sebab bangsa ratu itu banyak isinya tentu berat timbangannya. Banyak isinya tentu banyak gunanya, seperti ratu yang murka. Kalau ratu yang adil tentu tidak perduli; meskipun siapa saja, asal bersalah mesti harus dihukum kalau memang nyata kesalahannya.
Walaupun kasta bisa dihapuskan, tapi jika penduduk Bali belum terdidik tentulah mustahil perasaan kasta itu bisa dihilangkan. Jika kita menunggu sampai hilangnya kasta itu, tentu kita akan berbalik lagi kepada kemunduran. Sebaiknya kita mulai mengembangkan lontar-lontar atau buku-buku yang mengandung pituah-pituah kebajikan dan menerangkan dharma masing-masing orang (Bali Hindu) supaya bisa tahu akan kewajibannya untuk dilakukannya. Apabila semua sudah tahu dan melakukan kewajibannya tentu tidak akan berani melanggar dharmanya. Boleh jadi dengan cara ini kita bisa hidup rukun dan sama-sama maju walaupun dengan lambat.
Widjasapoetra:
Kasta
(titel/tingkat-tingkatan) hanya perbuatan orang saja, sebab dari kemauan
indrya, ingin dikatakan tinggi, ingin dikatakan pandai dan sakti, ingin kaya
dan ingin pula berpangkat tinggi, atau ingin memerintah dan menghina kepada
sesama manusia. Jika kita manusia masih tetap dikalangan kasta tadi, biar
bagaimanapun mencoba membiasakan supaya perasaan kita dapat sama dengan
perasaan lainnya tentu tidak akan dapat dilakukan, walaupun si A itu seorang
miskin dan tidak bersanak, kalau ia mempunyai kasta, sudah tentu akan menghina
orang lainnya atau orang sudra.
Oleh
sebab si kasta menetapkan kastanya, maka satu sama lainnya pasti saling mencela,
tidak dapat mengemong, dan si kasta yang angkuh tidak akan suka berbaur dengan
orang sudra. Si sudra yang takut oleh keumumannya selalu menurut apa yang
diperintahkan oleh si kasta, biar si sudra disuruh masuk ke lobang api
sekalipun tentu diturutinya karena ketakutannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa
kasta itu hanya dipakai untuk menghina sesama.
Tinggi
rendah itu hanya masalah yang disebabkan oleh nafsu yang merupakan musuh kita
setiap hari. Menurut keterangan seorang ulama, kami orang Indonesia seharusnya
mengekang nafsu, sebab nafsu itu tentu akan membuat kacau hidup kita dalam
pergaulan. Lebih-lebih memandang zaman kemajuan. Kalau kita hanya sangat
mencintai agama dan kasta tadi kita tidak akan dapat mencapai kemajuan dunia,
hanya ingat larangan saja takut maju. Kita tidak usah mencintai agama memang
betul, akan tetapi janganlah kita sebagai manusia meninggalkan kemanusiaan
kita.
Supaya dapat hidup dalam pergaulan hendaknya kita memperdalam hal
kesopanan yang bisa kita ambil dari ajaran agama maupun pengalaman hidup. Agama
itu apa? bukankah agama itu hanya peraturan saja? kalau sudah kita dapati
keterangan masing-masing pertaturan keadaan dilain tempat, maka disinilah dapat
kita menimbang mana yang bersifat dan berwujud sopan dan mana yang tidak sopan.
Setelah diperhatikan kesopanan penduduk Bali dan Lombok, kesopanan kurang
karena disebabkan kasta tadi, sampai penduduk Bali dan Lombok tidak mengerti,
hanya yang diwajibkan mengetahui agama atau kawruh itu, selain dari orang yang
mempunyai tingkat-tingkat tidak boleh. Begitupun yang mempunyai tingkat tadi,
yang kebanyakan hanya mencintai tingkatnya saja, hal kesopanan jarang yang
mengerti, selalu berebut lebih tinggi dari lainnya.
Jika Anda merasa materi pembelajaran ini bermanfaat silahkan copy dimana saja dan mohon kerelaannya untuk mencantumkan link berikut ini: https://www.studiilmusosial.com/ dan/atau www.youtube.com/c/StudiIlmuSosial/
|
||||
Comments
Post a Comment